
"Dalam ribut-ribut tersebut tampak polarisasi politik antara dewan dan pemerintah," ungkapnya dalam diskusi publik di Universitas Atmajaya Yogyakarta, seperti ditulis metrotvnews.com, Ahad (1/4) .
Dikatakan, polarisasi politik antara DPR dan pemerintah memang biasa dalam demokrasi. Namun, yang menjadi ancaman adalah polarisasi politik antara pemerintah pusat dan daerah.
Pasalnya, dari daerah muncul ancaman menolak (disobidience) apabila pemerintah menaikkan harga BBM. Menurutnya, perbedaan tersebut seharusnya tidak dilakukan dalam perang terbuka karena siapapun atau apapun isunya tidak baik bagi negara.
Pembangkangan semacam itu terjadi di banyak daerah karena pemerintah tidak dipercaya. Dari disobidience tersebut kemudian muncul ancaman disorientasi. Pasalnya, orientasi pemimpin soal konstitusi, ideologi, hingga penegakan hukum, juga tidak jelas dan tegas arahnya.
Sementara itu, Rektor Universitas Atmajaya Yogyakarta Maryatmo, mengatakan Indonesia memang membutuhkan pemimpin yang transformatif. Yakni, seorang pemimpin transformatif yang harus mampu membawa tujuan-tujuan masyarakat sesuai dengan visi dan misi tujuan bersama.
"Pemimpin transformatif harus mampu meyakinkan seluruh bangsa, kepentingan bersama lebih penting daripada kepentingan individu," ungkap sang rektor. (metrotvnews.com)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !